Penyelenggaraan Pembimbingan Kemasyarakatan Berbasis Kolaborasi
Oleh : Rosfiana, S.Psi
PENYELANGGARAAN Pembimbingan Kemasyarakatan yang diperankan oleh Pembimbing Kemasyarakatan bertitikberat pada Klien sebagai binaannya. Dengan kata lain, ruang lingkup penyelenggaraan Pembimbingan Kemasyarakatan berjalan secara eksklusif.
Pembimbingan Kemasyarakatan yang dimaksudkan adalah tahapan pemberian program sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 56 ayat (2) UU No. 22 Tahun 2022. Detail pemberian program disajikan dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah No 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan, meliputi bimbingan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, bimbingan sikap dan perilaku, bimbingan kesehatan jasmani dan rohani, hingga bimbingan kesadaran hukum, serta bimbingan positif lainnya.
Mendalami rincian pemberian program kepada Klien demikian, penyelenggaraan Pembimbingan Kemasyarakatan tidak bersifat inklusif, dalam arti tidak melebar atau merambah sampai pada masyarakat lainnya.
Menambah jangkauan Pembimbingan Kemasyarakatan melalui tahapan pemberian program yang tidak hanya difokuskan pada Klien, melainkan juga kepada masyarakat umum lainnya karena materi muatan program-program tersebut bermanfaat bagi masyarakat. Selain itu, Pembimbing Kemasyarakatan selaku pemberi program dinilai punya kapasitas menyampaikannya kepada masyarakat karena berasal dari instansi yang berfungsi membimbing manusia-manusia (baca: Klien) yang sudah melanggar hukum atau melakukan kesalahan menjadi manusia-manusia yang beretika, taat hukum, dan berakhlak baik.
Anggota masyarakat lainnya sebagai manusia biasa tentunya tidak tertutup kemungkinanannya melakukan kesalahan atau melakukan pelanggaran hukum. Hal ini berlandas pada sifat dasar manusia adalah selalu berbuat dosa dan salah (Zainal Arifin Mochtar dan Eddy O.S Hiariej, 2021:128). Mengikuti pendapat Zainal dan Eddy, eksklusifitas Pembmbiingan Kemasyarakatan melalui tahapan pemberian program oleh Pembimbing Kemasyaraktan agar tidak berlingkup internal semata.
Dengan begitu akan tercipta skema Pembimbingan Kemasyarakatan yang memadukan model pemberian program kuratif dan model pemberian program prefentif. Muara dari perpaduan model ini adalah tercapainya tujuan Sistem Pemasyarakatan sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 2 huruf b dan huruf c UU No. 22 Tahun 2022 dapat terlaksana sebagaimana mestinya.
Dasar Pertimbangan
Memperlebar jangkauan Pembimbingan Kemasyarakatan melalui tahapan pemberian program kepada Klien dan kepada masyarakat didasari oleh adanya adagium dalam hukum: Maximus erroris populous magister yang bermakna manusia adalah sumber kesalahan (Zainal Arifin Mochtar dan Eddy O.S Hiariej, 2021:128).
Dengan demikian menurut kedua ahli ini, kekeliruan yang terjadi dalam perkataan maupun perbuatan setiap orang adalah sesuatu yang manusiawi. Akan tetapi, kesalahan atau kekeliruan tersebut tidaklah boleh dipertahankan melainkan harus diperbaiki (Zainal Arifin Mochtar dan Eddy O.S Hiariej, 2021:128).
Tugas Pembimbing Kemasyarakatan secara internal memperbaiki kekeliruan atau kesalahan yang dilakukan oleh Klien melalui tahapan pemberian program yang telah disusun sedemikian rupa dengan tujuan agar Klien memiliki bekal dan pegangan tatkala dikembalikan ke lingkungan keluarganya secara khusus yang selanjutnya beradabtasi dengan lingkungan masyarakat sekitarnya secara umum.
Namun, tidak kalah pentingnya pula diselenggarakan Pembimbingan Kemasyarakatan secara eksetrnal kepada masyarakat lainnya sebagai perwujudan tanggung jawab moral penegak hukum dalam hal ini Pembimbing Kemasyarakatan.
Tanggung jawab moral di sini dalam batas penalaran yang wajar harus dimaknai sebagai upaya prefentif Balai Pemasyarakatan melalui aparaturnya (Pembimbing Kemasyarakatan) membagi program pembimbingan kepada masyarakat umum. Tujuannya, agar masyarakat umum dapat memperoleh pengetahuan sekaligus manfaat dengan harapan warga masyarakat tidak melakukan kesalahan-kesalahan atau kekeliruan-kekeliruan yang menimbulkan kerugian bagi mereke sendiri.
Memang secara normatif Pembimbingan Kemasyarakatan kepada masyarakat bukan tugas dan fungsi dari Pembimbing Kemasyarakatan. Jika ditambahkan dengan tugas Pembimbingan Kemasyarakatan kepada masyarakat umum tentunya dihadapkan pada persoalan regulasi yang tidak diatur secara eksplisit dalam peraturan perundang-undangan, berikut hal-ikhwal lainnya sehingga berdampak pertambahan beban kerja Pembimbing Kemasyarakatan.
Namun demikian, gagasan memasyarakatkan program-program Pembimbingan Kemasyarakatan kepada masyarakat umum tidak pula bertentangan dengan peraaturan perundang-undangan yang ada. Dalam bahasa yang sederhana, tugas tambahan ini ditempatkan sebagai pengabdian kepada bangsa, negara, dan masyarakat.
Dasar pertimbangan menggagas Pembimbingan Kemasyarakatan secara eksternal ini berpijak pada peribahasa errare humanum est, turpe in errope perseverare yang berarti membuat kekeliruan adalah sifat manusia, namun tidaklah baik untuk terus mempertahankan kekeliruan itu.
Pertimbangan inilah yang mendorong penulis agar seyogyanya Pembimbing Kemasyarakatan melebarkan sayap fungsinya. Karena manfaatnya pun tidak hanya dirasakan dan diperoleh Klien tetapi juga masyarakat yang nota bene menjadi tempat kembalinya Klien kelak setelah selesai menjalani masa hukumannya.
Secara singkat, perpaduan model Pembimbingan Kemasyarakatan ini disebut dengan Pembimbingan Kemasyarakatan berbasis kolaborasi atau dipersingkat dengan Pembimbingan Kolaboratif.
Bentuk dan Mekanismenya
Adapun bentuk dari penyelenggaraan Pembimbingan Kemasyarakatan yang berbasis kolaborasi dilakukan pada instansi pendidikan dari Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi (PT), Mengingat anak didik di Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah perlu diberikan materi program Pembimbingan Kemasyarakatan supaya mereka memiliki bekal pengetahuan dan pegangan dalam pergaulannya sehari-hari di Sekolah maupun di masyarakat.
Mekansimenya dilakukan pada masa Orientasi Sekolah bagi peserta didik baru. Dan bila perlu menyertakan orang tua masing-masing anak didik. Meskipun praktiknya tidak semudah yang dibayangkan, yang dapat disebabkan oleh kemungkinan munculnya hambatan-hambatan teknis di lapangan karena bagaimanapun tugas memasyarakatkan program-program Pembimbingan Kemasyarakataan merupakan sesuatu yang baru bagi Pembimbing Kemasyarakatan, patutlah diterima dan disikapi dengan bijaksana. Apalagi berhadapan dengan anak usia Sekolah Dasar yang sudah tentu membutuhkan kiat-kita tertentu pula.
Sedangkan di level PT dapat dilaksanakan pada saat Orientasi Pengenalan Kampus (Ospek) atau sejensinya. Meskipun di PT terdapat Fakultas Hukum di mana Dosennya dapat diberdayakan untuk memberikan materi yang berkaitan dengan Pembimbingan Kemasyarakatan pada mahasiswa baru peserta Ospek namun kehadiran Pembimbing Kemasyarakatan memberikan program-program Pembimbingan Kemasyarakatan lebih konkrit.
Sebab, tidak dapat disangkal Pembimbing Kemasyarakatan memiliki pengetahuan tentang cara membina dan membimbing Klien dengan program-programnya yang sudah disusun, sedangkan Dosen tidak pernah membimbing Klien atau Warga Binaan Balai Pemasyarakatan.
Di samping itu, sisi penting dari pemasyarakatan program-program Pembimbingan Kemasyarakatan ini adalah materi tentang etika. Pembimbingan etika sangat penting dan bermanfaat bukan saja pada Klien sebagai warga binaan tetapi termasuk juga masyarakat secara umum tidak terkecuali anak peserta didik dan mahasiswa.
Dengan bekal pengetahuan tentang etika dapat menjadi pegangan agar kelak mereka menjadi patron/suri tauladan di lingkungan keluarganya secara khusus dan lingkungan masyarakat secara umum. etika menurut Joko Widodo (2007:48) merupakan kekuatan normatif yang bergerak dalam diri (self control) untuk mengendalikan perilaku seseorang atau sekelompok orang.
Dengan mengikuti pendapat ini, maka Pembimbingan Kemasyarakatan berbasis kolaborasi berperan menanamkan kesadaran dalam diri peserta didik dan mahasiswa untuk senantiasa mengendalikan diri dan berperilaku sesuai norma-norma sosial dan norma hukum.
Mengacu pada bentuk dan mekanisme Pembimbingan Kemasyarakatan berbasis kolaborasi demikian, dapat dikatakan bahwa tugas tambahan Pembimbing Kemasyarakatan hanya diselenggarakan 1 (satu) kali setiap tahun. Diukur dari segi waktu, tidaklah mengganggu atau menghambat tugas dan fungsi Pembimbing Kemasyarakatan melaksanakan tugas Pembimbingan secara internal.
Bilamana dipandang membawa manfaat dan dampak positif bagi Sekolah dan PT serta peserta didik dan mahasiswa, tidak tertutup peluang diadakan kerja sama secara permanen antara Balai Pemasyarakatan dengan institusi pendidikan tersebut. Tentu saja hal ini merupakan prestasi tersendiri yang layak diapresiasi oleh Pemerintah.
Penulis: Pembimbing Kemasyarakatan Muda pada Balai Pemasyarakatan Kelas II Baubau